BESTTANGSEL.COM, JAKARTA-Pandemi COVID-19 membuat perhatian dunia terfokus pada cara menurunkan jumlah korban, memastikan kecukupan fasilitas medis, dan upaya keras untuk memulihkan ekonomi dari keterpurukan. Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa di saat yang sama rakyat Palestina justru mengalami penderitaan ganda: Pandemi COVID-19 dan ancaman penjajahan yang lebih luas dari Israel.

Fokus dunia terhadap pandemi ini dijadikan Israel sebagai kesempatan dalam kesempitan untuk mewujudkan impian satu abad mereka, yaitu: negara Israel yang lebih besar (The greater Israel) yang terbentang dari Sungai Eufrat hingga Sungai Nil.

Zionis Israel baik dari partai kiri maupun partai kanan sepakat untuk meluaskan penjajahan mereka atas Palestina, yaitu merampas 30% wilayah Tepi Barat termasuk lembah Jordan secara ‘sah’ dan nyata. Isarel berencana untuk mengumumkan perampasan ini pada Juli 2020 mendatang.

Menanggapi hal ini, Asia Pacific Women’s Coalition for Al Quds and Palestina (ApWCQP) bekerjasama dengan Adara Relief International menyuarakan penolakan perampasan Tepi Barat Palestina melalui webinar pada, Minggu 21 Juni 2020. Seminar dengan memanfaatkan aplikasi zoom meeting tersebut dihadiri oleh 400 peserta, termasuk pimpinan dari 10 (sepuluh) ormas muslimah dan 2 (dua) lembaga perempuan Indonesia.

Dr. Fauziah Mohd Hasan, Sekretaris Jenderal Global Woman Coalition for al Quds and Palestine (GWCQP) mengapresiasi webinar bertema “Tolak Perampasan Tepi Barat” sebagai bentuk kepedulian perempuan terhadap perjuangan bumi Palestina. “Koalisi ini bertujuan untuk menunjukkan solidaritas perempuan seluruh dunia untuk perjuangan anak dan perempuan di Palestina,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (22/6).

Pada Webinar ini hadir sebagai nara sumber pertama Muhammad Syarif Lc., MA (Ketua Bidang Sosialisasi dan Edukasi Komite Nasional untuk Rakyat Palestina). Beliau menyatakan bahwa tujuan dari perampasan Tepi Barat ini adalah untuk menguasai Masjid Suci Al Aqsa, menghapus agenda Palestina berdaulat sesuai Tapal 1967, mengusir bangsa Palestina dari Tepi Barat dan melenyapkan otoritas Palestina, untuk merealisasikan Deal of Century dan sebagai perwujudan dari janji kampanye Banyamin Netanyahu yang akan mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordania.

Aktivis Palestina ini menegaskan bahwa Tepi Barat sesungguhnya merupakan benteng Al Quds. “Membiarkan perampasan Tepi Barat sama saja dengan menyerahkan masjid Al Aqsa ke dalam penguasaan zionis,” tegas Muhammad Syarif.

DR. Sajidah, sebagai nara sumber kedua yang juga merupakan Wakil Ketua GWCQP juga menjelaskan maksud dari gerakan/kampanye “Tepi Barat Milik Kita” yang sedang dicanangkan selama bulan Juni 2020. “Yang terjadi di Palestina saat ini bukan hanya perampasan wilayah, tetapi juga terusirnya penduduk dari negerinya sendiri. Perampasan wilayah Tepi Barat melalui pemukiman ilegal zionis tidak hanya merampas hak tinggal penduduk Palestina, menggusur dan menelantarkan anak-anak, wanita, dan manula, merusak pusat perdagangan, lahan pertanian, fasilitas social dan pendidikan, bahkan juga merusak tempat-tempat suci dan situs-situs sejarah Palestina”, papar wanita kelahiran Gaza 53 tahun lalu ini dengan tegas.

Ia juga menjelaskan, bahwa gerakan ini ingin menyampaikan pesan bahwa Palestina tidak sendiri. Ini adalah nilai kesetiaan kita sebagai bangsa yang berdaulat kepada bangsa lain yang masih terjajah.

Melalui webinar tersebut kedua nara sumber mengimbau para peserta untuk terus memberikan dukungan sosial berupa materi dan publikasi sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Presiden ApWCQP dan sekaligus Ketua Adara Relief International, Nurjanah Hulwani, S. Ag. M.E

Pidato dan pembacaan Pernyataan Sikap ApWCQP oleh Presiden ApWCQP dan sekaligus Ketua Adara Relief International, Nurjanah Hulwani, S. Ag. M.E., menjadi puncak acara dan penutup webinar tersebut.

Dalam pidatonya Nurjanah mengimbau agar semua pihak terus melakukan dukungan dan pembelaan terhadap anak dan perempuan Palestina, pihak yang paling rentan menjadi korban penjajahan Israel.

“Saat ini Tepi Barat telah terbagi menjadi 3 area. Area A (20%) secara de jure berada di bawah kontrol otoritas Palestina, area B (20%) berada di bawah otoritas keduanya yaitu otoritas Palestina dan otoritas penjajahan, sedangkan area C (60%) secara penuh dikuasai oleh penjajah. Ini berarti setengah dari wilayah Tepi Barat sudah berada di bawah kendali penjajah zionis akan secara resmi dirampas dari Palestina.  Oleh karena itu Asia Pacific Women’s Coalition for AlQuds and Palestina bersama 10 ormas dan 2 lembaga perempuan Indonesia mendukung sikap tegas pemerintah Indonesia yang menentang upaya perampasan Tepi Barat, dan MENOLAK upaya yang merupakan legalisasi penjajahan zionis Israel tersebut,” tutur Nurjanah.

Menurutnya, Perampasan Tepi Barat akan menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia di Palestina terhadap masyarakat sipil terutama perempuan dan anak-anak. Perampasan Tepi Barat merupakan kelanjutan dari pengejawantahan The Deal of Century dengan salah satu tujuan utamanya menghapus hak kembali para pengungsi Palestina ke tanah airnya. Perampasan Tepi Barat adalah cita-cita penjajah zionis Israel untuk menyita seluruh tanah Palestina dan memusnahkan bangsa Palestina. Dengan dikuasainya wilayah Tepi Barat, proses yahudisasi akan semakin mendapat legalitas dan kekuatan, terutama di wilayah Al Quds (Baitul Maqdis) yang kini diklaim sebagai ibukota Israel. Penghancuran rumah-rumah, penerapan pajak yang sangat tinggi, dan tindakan-tidakan lain dilakukan untuk membuat hidup di Baitul Maqdis menjadi mustahil bagi rakyat Palestina: laki-laki, perempuan, orang tua dan bahkan anak-anak tidak luput dari penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan. Proses normalisasi telah terjadi hingga tingkat yang mengkhawatirkan di mana rezim zionis mendapat dukungan dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Oman hingga membuat Palestina kehilangan banyak dukungan.

Berikut pernyataan sikap ApWCQP :

1.Kepada pemerintah Indonesia untuk meneruskan dukungan kepada bangsa Palestina dan mengecam semua bentuk penjajahan Israel terhadap Palestina.

2.Kepada masyarakat di wilayah Asia Pasifik untuk bersama-sama melakukan sikap penolakan yang nyata terhadap upaya perampasan Tepi Barat.

3.Kepada dunia internasional untuk mengambil langkah-langkah ekonomi yang keras terhadap Israel jika upaya perampasan tanah Palestina terus terjadi.

4.Kepada dunia internasional untuk menekan Amerika Serikat, satu-satunya negara yang secara resmi mendukung perampasan wilayah Tepi Barat yang telah diduduki zionis dengan membangun perumahan ilegal bagi penduduk Yahudi di wilayah tersebut.

5.Mengintensifkan gerakan Sanksi Divestasi Boikot (BDS) di seluruh dunia.

6.Kepada otoritas Palestina untuk memperbaiki kegagalan mereka menyatukan Palestina.

7.Kepada masyarakat sipil di seluruh dunia untuk terus menyuarakan perjuangan Palestina untuk kebebasan, keadilan dan hak untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

(rll/As)

Leave a Reply