Kepala Batan (kiri), Anhar Riza Antariksawan dan Yuliasti (kanan), Peneliti Batan, saat memperlihatkan bibit Kedelai unggulan Kemuning 1 & 2.

BESTTANGSEL.COM, JAKARTA – Kebutuhan Indonesia terhadap kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 2 juta ton pada tahun 2018, hal ini dikarenakan keterbatasan lahan optimal untuk tanaman kedelai. Untuk mencukupi kebutuhan yang terus meningkat, selain import, pemerintah juga mendorong para peneliti untuk menghasilkan varietas kedelai yang cocok di tanam di lahan kering. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Peneliti BATAN di bidang pertanian, Yuliasti.

“Mengingat ketersediaan lahan optimal di Indonesia yang semakin terbatas, pemerintah melalui Kementerian Pertanian mendorong untuk melakukan penelitian terhadap varietas kedelai yang tahan di lahan kering,” kata Yuliasti saat memperlihatkan Kemuning 1 dan Kemuning 2 sebagai hasil penelitian BATAN, dari Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Rabu (17/07).

Kemuning menurut Yuliasti, diambil dari singkatan dari Kedelai Mutan Tahan Kering sebagai varietas kedelai hasil dari perbaikan varietas Panderman dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi. Selain tahan terhadap lahan kering, varietas Kemuning mempunyai beberapa keunggulan diantaranya produktivitas tinggi yakni 2,87 ton/hektar untuk Kemuning 1 dan 2,92 ton/hektare untuk Kemuning 2, tinggi tanaman lebih pendek dari induknya sehingga tidak mudah rebah, mempunyai kandungan protein yang tinggi, ukuran bijinya yang besar, dan rasanya gurih.

“Kedelai Kemuning 1 dan Kemuning 2 dapat beradaptasi dengan baik di lahan kering di Indonesia. Dengan ukuran biji yang lebih besar dan dapat bersaing dengan kedelai impor, kedelai Kemuning 1 dan Kemuning 2 menghasilkan tempe yang lebih gurih dibandingkan dengan kedelai impor,” jelasnya.

Dengan diluncurkannya Kemuning 1 dan Kemuning 2 maka Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) telah menghasilkan varietas kedelai unggul BATAN sebanyak 12 varietas.

“Varietas Kemuning yang tahan di lahan kering ini diharapkan dapat menjadi bagian solusi untuk meningkatkan produksi kedelai lokal dan mengurangi ketergantungan kedelai impor,” kata Yuliasti.

Sebelumnya, BATAN telah menghasilkan varietas kedelai berbiji super besar, yakni Mutiara, yang cocok ditanam di lahan optimal. Sementara untuk Kemuning, tambah Yuliasti, termasuk berukuran biji besar dan merupakan varietas kedelai BATAN pertama yang toleran di lahan kekeringan.

Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan mengatakan, sebagai lembaga litbang, BATAN harus mampu membuat inovasi, yang salah satunya adalah di bidang pertanian. ” Sejauh ini bidang pertanian tetap menjadi salah satu unggulan dari BATAN untuk terus dilakukan litbangnya,” kata Anhar.

Namun yang perlu menjadi perhatian penting bagi BATAN adalah sosialisasinya yang harus masif agar lebih dikenal masyarakat. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dimana masyarakat mendapatkan benih unggul tersebut.

Kerja sama juga terus dibangun antara BATAN dengan Kementerian lain seperti Kementerian Pertanian untuk memudahkan diseminasi produk litbang BATAN khususnya di bidang pertanian. “Dengan menggandeng stakeholder lain diharapkan produk litbang BATAN mudah dikenal oleh masyarakat,” tambahnya.

Kepala PAIR, Totti Tjiptosumirat mengatakan, sebagai lembaga litbang Pemerintah, BATAN turut berpartisipasi dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai dengan melakukan inovasi dalam menghasilkan varietas kedelai unggul. “Pada dasarnya kedelai lokal mempunyai kualitas yang lebih baik dari kedelai impor dari kandungan proteinnya, sehingga BATAN melalui PAIR, sebagai lembaga litbang yang menghasilkan varietas kedelai, turut serta mendukung program pengurangan impor kedelai yang berdampak pada perbaikan ekonomi,” ujar Totti.

Totti berharap kedelai varietas Kemuning ini dapat membantu pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan kedelai nasional, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada kedelai impor. (*)

 

Leave a Reply