BESTTANGSEL.COM, Jakarta – Krisis yang dihadapi peminjam pada sektor pinjaman online (pinjol) semakin serius. Dengan 1.676 pengaduan terkait perilaku buruk petugas penagihan yang teridentifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2025, 1.106 di antaranya berasal dari lembaga fintech lending. Tindakan pemungutan suara yang dilaporkan antara lain intimidasi, penyebaran data pribadi, dan penagihan kepada kontak darurat, yang jelas melanggar peraturan yang ada.

Dalam situasi ekonomi yang menantang, pinjaman yang dijanjikan dengan kemudahan ini justru menjebak banyak masyarakat dalam jeratan utang yang berat dan intimidasi yang merusak. Praktik penagihan yang agresif telah berimplikasi pada masalah kesehatan mental, gangguan keluarga, dan bahkan kasus bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa 40% perceraian disebabkan oleh masalah ekonomi, termasuk utang yang mencekik.

Masyarakat harus menyadari hak-hak mereka sebagai peminjam. OJK telah mengatur perlindungan bagi konsumennya melalui berbagai regulasi seperti POJK 77/POJK.01/2016 dan SEOJK 19/2023 yang mengamanatkan peminjam berhak atas informasi transparan, perlakuan adil, dan perlindungan data pribadi. Dalam hal timbulnya intimidasi, ancaman, atau penghinaan oleh debt collector, peminjam memiliki dasar hukum untuk menuntut perlindungan.

OJK mendesak peminjam untuk mengetahui batas waktu dan cara penagihan yang etis. Penagihan hanya boleh dilakukan dari pukul 08.00 hingga 20.00 di mana penagih dilarang keras menggunakan kekerasan atau tindakan mempermalukan. Selain itu, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berakibat pada sanksi administratif dan pidana bagi pelanggar.

Tidak hanya itu, peraturan yang ketat pun diharapkan dapat membantu masyarakat memahami risiko terkait pinjol dan cara melindungi diri dari dampak-sebagai akibat dari gagal bayar pinjaman. Dengan menyadari bahwa hak-hak hukum mereka harus dihormati, peminjam diharapkan dapat menuntut keadilan ketika berhadapan dengan praktik penagihan tidak etis.

Penting bagi aparat pemerintah untuk melakukan intervensi komprehensif, mulai dari penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelanggaran, edukasi keuangan bagi masyarakat, hingga pemberian dukungan psikologis bagi mereka yang pernah menjadi korban intimidasi akibat pinjol. Kebijakan yang lebih transparan dan akuntabel diharapkan dapat mencegah berulangnya praktik buruk yang merugikan masyarakat luas.

Melalui langkah-langkah kolektif ini, diharapkan negara bisa memberikan perlindungan nyata bagi peminjam, sehingga mereka tidak hanya terjebak dalam jeratan utang, tetapi juga terlindungi dari praktik penagihan yang melanggar hak asasi manusia. (red/*)

Leave a Reply