BESTTANGSEL.COM, JAAKARTA – Meski tidak menimbulkan kematian mendadak, aritmia atau gangguan irama jantung jika dibiarkan dalam jangka panjang akan sangat berbahaya. Sebab, gangguan irama jantung atau fibrilasi atrium/atrial fibrilasi (AF) dapat menyebabkan penderita pingsan secara tiba-tiba. AF bisa meningkatkan risiko kematian 1,5-3,5 kali lipat dan meningkatkan risiko terjadinya stroke hingga lima kali lipat.
Dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA, FAsCC, FEHRA, Electrophysiologist, Chairman of the Arrhytmia Center Siloam Hospitals TB Simatupang, saat ini diperkirakan ada 7 juta penduduk Indonesia yang mengalami gangguan AF. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat selama gaya hidup masyarakat kurang sehat, obesitas, merokok, kurang gerak dan faktor pemicu lainnya. Risiko AF juga akan meningkat seiring bertambahnya usia.
“Ablasi jantung merupakan metode penanganan pasien AF. Metode yang dilakukan secara minimal invasive ini merupakan terobosan baru dalam merawat dan menangani pasien penderita AF,” ujar Prof. Yoga, pada Selasa (24/9/2024).
Menurutnya, ada dua metode untuk melakukan ablasi jantung, yakni: Ablasi frekuensi radio menggunakan energi panas untuk menghilangkan jaringan yang menyebabkan aritmia. Dan, Cryoablation dengan menggunakan suhu yang sangat dingin untuk menghancurkan jaringan penyebab aritmia.
“Ablasi jantung adalah prosedur memperbaiki aritmia yang dilakukan dengan cara membuat jaringan parut di jantung, untuk memblokir sinyal listrik yang tidak teratur dan mengembalikan detak jantung menjadi normal. Dengan ablasi pasien AF bisa terhindar dari risiko stroke,” papar Prof. Yoga.
Dia juga menjelaskan tata laksana ablasi jantung yang dilakukan dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah tanpa operasi sehingga lebih mudah dan cepat pemulihannya.
Saat ini Siloam Hospitals TB Simatupang telah mengadopsi metode ablasi jantung untuk penanganan pasien AF khususnya metode cryoablation.
Prof Yoga mengungkapkan, tidak banyak orang bisa mengenali adanya gangguan AF. Jantung berdebar yang tidak normal, apalagi munculnya sesekali, orang akan cenderung mengabaikan. “Ya, sekitar 46 persen pasien AF tidak merasakan gejala yang khas (asimtomatik). Karenanya sekitar 60 persen pasien AF baru terdeteksi menderita AF setelah ada kejadian stroke,” jelasnya.
Namun Prof Yoga mengingatkan orang dengan AF, sekali jantung berdebar tidak normal, pasien hanya memiliki waaktu 24 jam sejak terdeteksi jantung berdebar untuk terhindar dari stroke. Risiko ini jauh lebih tinggi dibanding orang stroke akibat hipertensi yang perjalanan waktunya bisa belasan bahkan puluhan tahun. “Tapi AF hanya butuh waktu 24 jam untuk menjadi stroke,” tutup Prof Yoga. (red/*)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.