BESTTANGSEL.COM, Tangerang Selatan- Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan (Perma No. 5/ 2020). Perma itu antara lain melarang pengunjung mengambil foto, video, dan mendokumentasikan persidangan dalam sidang terbuka untuk umum. Larangan akan gugur bila pengambilan dokumentasi itu telah mendapatkan izin dari ketua majelis hakim.

Abdul Hamim Jauzie, Ketua Pengurus LBH Keadian menyatakan bahwa, LBH Keadilan khawatir ketentuan tersebut akan melanggengkan mafia peradilan. Kami juga khawatir, ketua majelis hakim dengan mudah menolak permintaan izin. Selain itu ketentuan tersebut juga jelas bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang memberikan jaminan kepada jurnalis dalam memperoleh informasi dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.

Menurutnya, pengalaman LBH Keadilan, rekaman persidangan sangat bermanfaat untuk menghadirkan _fair trial_. LBH Keadilan misalnya pernah melaporkan hakim dengan alat bukti rekaman dalam persidangan. Hadirnya Perma No. 5/ 2020 itu tentu membuat kami tidak bisa lagi menggunakan rekaman sebagai alat bukti.

“Mengenai larangan pengunjung sidang menggunakan telepon seluler untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dalam Perma No. 5/2020, LBH Keadilan meminta agar aparatur pengadilan terlebih dahulu memberikan contoh kepada publik. Pasalnya selama ini LBH Keadilan justeru sering kali mendapati hakim, panitera pengganti menggunakan telepon selular,” paparnya.

Lebih lanjut Hamim mengatakan, “Perihal kewajiban mengenakan sepatu bagi setiap orang yang hadir dalam persidangan, kami berpendapat hal itu akan memberatkan orang miskin. LBH Keadilan yang kerap mendampingi orang miskin misalnya sering mendapatkan keluhan dari terdakwa yang harus menyewa baju putih yang seolah menjadi baju yang wajib dikenakan untuk mengikuti persidangan.”

“LBH Keadilan juga pernah meminta klien ke pengadilan untuk suatu keperluan. Namun karena ketidaktahuannya, klien itu memakai celana pendek, dan kemudian dilarang masuk. Kami kemudian meminjamkan toga untuk dikenakan namun petugas tetap melarangnya,” ujarnya menambahkan.

Dia juga menceritakan, saat persidangan di Mahkamah Konstitusi yang juga menerapkan kewajiban bersepatu bagi pengunjung, klien kami yang baru datang dari kampung tidak mengenakan sepatu, dan kemudian disarankan petugas untuk meminjam sepatu kepada petugas keamanan. Saat pengembalian sepatu klien kami sempat diminta sejumlah uang oleh petugas keamanan tersebut.

(Abdul Hamim Jauzie, Ketua Pengurus LBH Keadian / 08111463462)

Leave a Reply