BESTTANGSEL.COM, JAKARTA- Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber energi. Namun, eksploitasi secara terus menerus pada sumber energi fosil yang tidak dapat diperbaharui dapat menyebabkan sumber cadangan jenis energi ini suatu saat akan habis.
Mencari solusi dan menambah pengetahuan tentang pengelolaan sektor energi dan sumber daya alam, Alian Kebangsaan bersama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Media Kompas, kembali menggelar Diskusi Serial Kebangsaan, pada Jumat (20/02). Diskusi virtual bertema ‘Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Energi dan Sumber Daya Alam’ tersebut, menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Archandra Tahar, Wakil Menteri ESDM 2016-2019, Tatang Hernas Soeryawidjaya, serta anggota Dewat Riset Nasional ITB.
Mengawali diskusi, Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo mengatakan bahwa energi adalah komoditas strategis dan vital baik ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan nasional. Sejarah membuktikan bahwa isu energi sangat erat kaitannya dengan ketahanan nasional suatu negara karena sekitar 70 % konflik yang terjadi di dunia bersumber dari isu energi dan pangan.
“Oleh karena itulah maka kemandirian dan ketahanan energi sudah seharusnya menjadi salah satu kepentingan nasional utama Indonesia yang perlu terus diperjuangkan,” tutur Pontjo Sutowo.
Menurutnya, ketahanan energi sangat ditentukan oleh empat aspek utama, yaitu availability, accessibility, affordability, dan acceptability. Untuk memenuhi aspek-aspek ketahanan energi tersebut, maka mewujudkan bauran energi (energy mix) nasional menjadi sangat penting agar tidak tergantung hanya kepada satu sumber energi saja untuk mencukupi kebutuhan di sektor transportasi, industri dan kelistrikan.
Pontjo menjelaskan eksploitasi secara terus menerus sumber energi fosil yang tidak dapat diperbaharui dapat menyebabkan sumber cadangan jenis energi ini suatu saat akan habis. “Berbagai sumber menyatakan bahwa cadangan terbukti (proven reserve) minyak bumi diperkirakan akan habis kurang dari 10 tahun, dan batu bara hanya tersedia sampai kurang dari 28 tahun,” ungkap Pontjo.
“Untuk itu Indonesia perlu meningkatkan kemampuan teknologi untuk mengolah sumber energi terbarukan sebagai pengganti sumber energi fosil,” imbuhnya.
Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil dan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, lanjut Pontjo adalah dengan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) atau populer dengan sebutan energi hijau yaitu sumber energi yang dapat diperbaharui secara terus menerus sehingga keberadaannya di alam ini tidak akan habis. Selain itu, sumber energi terbarukan adalah sumber energi ramah lingkungan yang dapat memberikan kontribusi terhadap isu perubahan iklim dan pemanasan global.
Karenanya pemanfaatan EBT sudah seharusnya menjadi prioritas nasional untuk mengurangi ketergantungan negara pada energi fosil, dan pada saatnya akan mendukung peningkatan stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan, serta memungkinkan Indonesia untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim di bawah Paris Agreement. Untuk itu, pemerintah telah mentargetkan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23% di tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050, sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 22 Tahun 2017.
Tantangan pengembangan EBT
Pontjo mengingatkan bahwa masih banyak tantangan yang harus kita hadapi dalam pengembangan EBT ini untuk meningkatkan share EBT dalam bauran energi nasional. Salah satu faktor kuncinya adalah adanya inovasi teknologi. Sebab mengembangkan EBT membutuhkan investasi dalam jumlah besar, namun dengan input teknologi, akan memungkinkan EBT menjadi lebih terjangkau dan lebih ekonomis.
Untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan EBT, menurut Pontjo, selain meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan inovasi teknologi, seharusnya juga berbasis potensi lokal (lokalitas), karena secara geografi dan sebaran potensi EBT Indonesia memang sangat beragam. Dengan demikian, maka setiap daerah dapat mengembangkan dan menggunakan energi terbarukan secara efektif dan efisien dengan jenis yang berbeda sesuai potensi setempat.
Berkaca dari pengalaman negara-negara lain, lokomotif pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan terletak pada dunia usaha atau korporasi yang menjadi ujung dari pengembangan, penggunaan, dan pemasaran inovasi-teknologi. Mengingat pengembangan sektor energi skalanya sangat besar dan membutuhkan investasi dalam jumlah besar pula, menurut hemat saya harus ada korporasi yang diberi tugas sebagai lead corporation yang menjadi motor dalam pengembangan sektor energi.
Selain itu, perlu juga ada rekayasa sosial (social engineering) untuk menarik para pengusaha ikut ambil bagian dalam pengembangan sektor energi sehingga jumlah dan kulaitas pengusaha-nya meningkat. Harus diakui, jumlah pengusaha Indonesia di sektor energi masih sangat kecil.
“Hal ini perlu saya kemukakan dalam kesempatan ini, karena saya meyakini bahwa inovasi teknologi dan gerakan ekonomi berbasis pengetahuan tidak mungkin akan berkembang tanpa dunia usaha,” jelas Pontjo.
Indonesia menurut Pontjo, termasuk salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Salah satunya adalah bahan baku nikel yang lagi booming karena trend perkembangan mobil listrik (electric vechical) yang sangat pesat. Potensi bahan baku nikel Indonesia disebut tidak akan habis hingga 200 tahun ke depan. Mengutip Data US Geological Survey (2019), dari 80 juta metrik ton cadangan nikel dunia, hampir 4 juta metrik ton tersimpan di Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 deposit nikel terbesar di dunia.
Larangan ekspor bahan tambang mentah
Lebih lanjut Pontjo mengatakan sebelum diberlakukannya pelarangan ekspor bahan tambang mentah, Indonesia termasuk 3 besar negara pengekspor nikel dan mineral ikutannya. Namun sejak Januari 2020, pemerintah secara resmi melarang ekspor nikel mentah, baik sebagai batuan nikel (nickel ore), maupun bijih nikel yang kadar nikelnya di bawah tiga persen.
Walaupun kebijakan ini digugat oleh Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO), kebijakan ini perlu dilanjutkan karena cadangan nikel di Indonesia akan terus menipis. Selain itu, kebijakan ini juga diambil dalam rangka program pemerintah terkait kendaraan listrik, karena nikel bisa dimanfaatkan untuk industri baterai kendaraan listrik yang mempunyai prospek sangat bagus ke depan.
Untuk menangkap peluang ini dengan sebaik-baiknya, maka penguasaan inovasi teknologi baterai untuk kendaraan listrik merupakan kunci utama bagi Indonesia menjadi pemain utama di sektor electric vehicle yang ramah lingkungan. Selain itu, menurut beberapa sumber, kualitas bahan baku nikel Indonesia masih tergolong rendah. Peningkatan kualitas bahan baku ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan inovasi teknologi.
“Mengingat masih banyak persoalan mendasar yang kita hadapi dalam pengelolaan sektor energi dan sumberdaya alam, saya berharap dalam forum diskusi ini bisa bertukar pikiran dan urun gagasan sebagai masukan bagi upaya kita bersama mengembangkan sektor ini. Saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada para narasumber yang telah berkenan untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya dalam mengembangkan sektor energi dan sumberdaya alam bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat,” harap Pontjo. (**)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.