BESTTANGSEL.COM, JAKARTA- Demensia adalah sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi fungsi kognitif (memori), emosi dan perilaku aktivitas sehari-hari. Saat ini, di dunia, lebih dari 50 juta orang mengalami demensia dan Demensia Alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 60-70%. Masyarakat sering menyebut kondisi ini sebagai pikun. Eisai Indonesia bersama RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mengadakan seminar awam terkait Demensia Alzheimer di Masa Pandemi yang diikuti oleh kurang lebih 255 peserta. Kegiatan ini tidak hanya ditujukan bagi para caregiver namun juga kepada para masyarakat awam yang saat ini melakukan pendampingan mandiri pada keluarganya yang mengalami demensia. Meningkatkan kesadaran akan bahaya pikun dan juga penguatan caregiver pada pandemi Covid 19 tentunya menjadi tantangan tersendiri.

Dokter Spesialis Saraf, Dr. dr. Astuti, Sp.S(K) mengatakan, “Dampak infeksi Covid-19 pada otak yg paling sering adalah ensefalopati akibat peradangan pada susunan saraf pusat, yang mana gejala ini bertahan beberapa bulan setelah penyakit awal. Gejala beragam seperti stroke dan gangguan fungsi kognitif (memori) atau daya pikir yang paling sering muncul adalah penurunan daya ingat atau pelupa, terutama memori baru atau mudah lupa mengingat hal hal baru. Kondisi Brain Fog pada Covid-19, yaitu gejala penurunan fungsi berpikir yang ditandai dengan mudah bingung, mudah lupa, sulit konsentrasi, dan sulit membuat keputusan sehari-hari perlu di waspadai dan perlu pemeriksaan lanjutan. Deteksi sedini mungkin gangguan fungsi kognitif (memori).pada covid-19 sangat penting, tujuannya untuk diagnosis sedini mungkin untuk dapat dilakukan intervensi sedini mungkin, mencegah terjadinya Demensia atau pikun, terutama Demensia Alzheimer.

Demensia Alzheimer atau di sebut sebagai pikun akibat penyakit Alzheimer, merupakan salah satu jenis demensia yang paling banyak ditemukan dan paling berat dengan gejala yg khas lupa . Perjalanan penyakitnya kronis memburuk dan mengakibatkan kualitas hidup penderitanya buruk, menjadi beban berat bagi keluarga dan masyarakat. Kenapa harus di deteksi sedini mungkin di masa pandemi ini? Karena infeksi Covid-19 meningkatkan pengentalan darah sehingga meningkatkan risiko stroke. Sering terjadi pada pasien penderita Covid-19, stroke yang tidak bergejala. Stroke dapat menurunkan daya ingat jangka panjang dan berisiko menjadi demensia Alzheimer.

Demensia Alzheimer mempunyai fase tidak bergejala atau diawali dengan gejala awal lupa subyektif, orang sekitarnya melihatnya kondisinya baik baik saja, tetap mandiri.hanya pasiennya saja yang merasakan sudah mulai sering lupa. Jika datang berkonsultasi, hasilnya pemeriksaan fungsi kognitif (memori) kebanyakan masih dalam batas normal. Saat ini yang harus di waspadai adalah peningkatan insiden demensia di mana setiap 3 detik ada 1 penderita baru demensia. Demensia Alzheimer menjadi penyebab ke 4 kematian di dunia., berbiaya mahal,sudah menjadi masalah kesehatan. Berbagai penyebab seperti, hipertensi, DM, depresi, pasca cidera otak, dan penyakit yang berisiko menyebabkan degenerasi otak termasuk dampak covid-19 pada otak yang perlu di waspadai dan evaluasi jangka panjang.”

Dokter Spesialis Saraf, dr. Abdul Gofir, M.Sc, Sp.S(K) mengatakan, “Gangguan tidur sering dialami oleh lansia, terutama mereka yang dengan penyakit kronis maupun demensia. Di masa pandemi ini, kejadian gangguan tidur sering dikaitkan dengan kekhawatiran terkait maraknya virus COVID19 dan bahayanya. Gangguan tidur yang berkepanjangan, baik yang berupa insomnia atau gangguan irama sirkadian, dapat mempengaruhi fungsi kognitif (memori). Penderita gangguan tidur dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi, mudah terdistraksi, mudah lupa, dan mempengaruhi kemampuan dalam mengambil keputusan.”

Dokter Spesialis Saraf, dr. Amelia Nur Vidyanti, Sp.S(K), Ph.D mengatakan, “Demensia Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, gangguan perikaku dan penurunan kemampuan fungsional yang sifatnya progresif. Hingga saat ini, pengobatan penyakit ini masih bersifat simtomatis, yaitu untuk mengurangi keparahan dari gejalanya. Pengobatan demensia Alzheimer bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Pengobatan yang berkelanjutan akan memperlambat proses perjalanan penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan kemandirian, mengurangi angka rawat inap di rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderita demensia Alzheimer dan keluarganya.”

Perawat, Sri Mulyani, S. Kep., Ns., M.Ng mengatakan, “Pada masa pandemi Covid 19 ini banyak orang mengalami serangan virus Covid 19, tidak terkecuali orang dengan demensia dan para pendampingnya/ caregiver. Selama masa pandemi ini, aktivitas untuk melakukan berbagai hal terutama untuk aktifitas diluar rumah ataupun yang mengharuskan bertemu dengan banyak orang menjadi sangat terbatas. Seringkali caregiver bertanya apa yang bisa dilakukan bersama dengan orang dengan demensia (ODD) saat harus dirumah saja atau bahkan saat menjalani masa karantina.

Kuncinya adalah focus pada kegiatan yang bermakna dan apa yang masih bisa dilakukan oleh ODD dan pendampingnya tanpa bertemu dengan orang baru dan tanpa harus keluar rumah untuk mengurangi risiko terpapar virus COVID 19. Misalnya saja dengan berolahraga dirumah bersama ODD sesuai kemampuan, berjemur bersama di pagi hari sambil berbincang tentang masa lalu, makan bersama atau memasak bersama, mencoba resep-resep baru yang sederhana, menggambar atau mewarnai, bermain permainan tradisional dan lain-lain. Caregiver dalam hal ini harus kreatif dan tidak mudah menyerah Ketika mencoba melakukan sesuatu bersama ODD tapi juga tidak boleh “memaksa”. Caregiver harus fleksibel dan memastikan saat beraktifitas ODD merasa nyaman dan kebutuhanya terpenuhi (tidak lapar, tidak haus, tidak nyeri). Selain itu akan sangat baik jika caregiver bisa mengikuti caregiver support group (kelompok pendukung caregiver) demensia salah satunya yang dikelola oleh Yayasan Alzheimer Indonesia, sehingga bisa berbagi tentang permasalahan yang dihadapi bersama caregiver lain yang “senasib” dan juga mendapatkan ide-ide lainya yang bisa dicoba. Selain itu juga bisa mendapatkan informasi terkait webinar dan pelatihan terkait demensia yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Sebagai caregiver juga akan sangat baik jika bisa menyalurkan hobinya agar tidak terlalu merasa bosan jika harus dirumah saja, misalnya: dengan menulis diary atau menulis cerita sehari-hari yang terjadi dengan ODD nya, mencoba dan menggali hobi baru dengan kerajinan tangan, berkebun, membuat roti, menulis dan lain sebagainya sesuai dengan minatnya.”

Informasi mengenai Dementia Alzheimer
Demensia adalah suatu sindrom gangguan penurunan fisik otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif (memori) (memori), emosi, daya ingat, perilaku dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Diperkirakan ada sekitar satu juta orang penderita Demensia Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat kali lipat pada tahun 2050. Mereka yang berada di usia 65 tahun keatas merupakan kelompok yang paling beresiko, namun tidak menutup kemungkinan mereka yang dibawah 65 tahun mendapatkan resiko tersebut, hal ini dikenal dengan “young-onset dementia”.

Terdapat beberapa tahap perkembangan Demesia Alzheimer yaitu : Tahap awal (berlangsung 2-4 tahun) dengan gejala sering lupa, lupa waktu, tersesat di tempat yang dikenali; Tahap menengah (berlangsung 2-10 tahun) dengan gejala lupa kejadian dan nama orang, tersesat di rumah sendiri, sulit berkomunikasi, butuh bantuan untuk merawat diri, perubahan perilaku (mondar-mandir, berkeliaran hingga kabur dari rumah);
Tahap akhir (berlangsung 1-3 tahun) dengan gejala tidak sadar waktu dan tempat, tidak mengenali keluarga dan teman, sulit berjalan, menjadi agresif.

Penyakit Demensia Alzheimer memiliki faktor risiko :
Yang bisa dimodifikasi seperti penyakit vaskular: hipertensi, metabolik, diabetes, dislipidemia, pasca cidera kepala, pendidikan rendah, depresi; Yang tidak bisa dimodifikasi yaitu usia lanjut dan genetik yaitu memiliki keluarga yang mengalami Demensia Alzheimer.
Selain mengetahui faktor resikonya, penting untuk menyadari bahwa Demensia Alzheimer bersifat kronis progresif, artinya kerusakan otak dapat semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Sehingga deteksi dini sangat penting dilakukan bagi penderita Demensia Alzheimer. Melalui deteksi dini, penderita Demensia Alzheimer dapat lebih cepat ditangani sehingga kerusakan otak karena penyakit tersebut dapat diperlambat.

Demensia Alzheimer merupakan penyebab utama ketidakmampuan dan ketergantungan lansia terhadap orang lain. Penyakit ini memberikan dampak fisik, psikososial, sosial, dan beban ekonomi tidak hanya bagi penderita tapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang Demensia Alzheimer mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan dalam melakukan diagnosis serta perawatan.

Mereka yang telah didiagnosis wajib mengkonsumsi obat seumur hidup apabila terjadi penghentian pengobatan hal ini dapat mengarah kepada perburukan gejala dari pasien Alzheimer Disease. Penggunaan obat tentunya tidak lepas dari efek samping obat. Hal yang umum dialami oleh pasien berupa mual muntah dan ganguan pencernaan lain seperti diare. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan anda untuk memanajemen daripada efek samping obat. (Red/*)

Leave a Reply