(Kanan ke kiri) : Pontjo Sutowo ( Pembina YSNB, Ketua Aliansi Kebangsaan dan Ketua Umum FKPPI), Wisnubroto (Ketua YSNB sekaligus Ketua Penyelenggara Diskusi Panel Serial (DPS) Tanas), Nurrachman Oerip (Ketua SC DPS Tanas), Prof.Dr.Laode Masihu Kamaluddin (Moderator Tetap DPS Tanas).
BESTTANGSEL.COM, JAKARTA- Mengawali peluncuran buku “Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila” pada Sabtu mendatang, Yayasan Suluh Nusantara Bakti (YNSB) bekerjasama dengan Aliansi Kebangsaan dan Forum Komunikasi Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI) hari ini, Rabu (4/3/2020) melakukan kegiatan “Bedah Buku” yang bertema Menggalang Ketahanan Nasional untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa. Hadir dalam kegiatan tersebut, Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaludin, politikus, Wisnubroto, Ketua YNSB sekaligus Ketua Penyelenggara Diskusi Panel Serias Tanas, dan Nurrachman Oerip, Ketua SC DPS Tanas.
Pontjo Sutowo menjelaskan bahwa buku tersebut adalah buku yang sangat aspiratif. “Buku merupakan rangkuman dari Diskusi Panel Serial (DPS) yang dilakukan sebanyak 40 kali pertemuan yang digelar sejak April 2017 hingga Desember 2018. Ada 80 nara sumber dari latarbelakang berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan pengalaman berbeda.”
Menurut Pontjo buku tersebut akan mengingatkan kembali pentingnya kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat strategis menjelang ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan ke-75.
“Tidak ada kebenaran dalam ber-Indonesia kecuali dengan berpancasila. Jika Pancasila tidak dijadikan sumber ber-Indonesia, kita akan jauh dari cita-cita bernegara. Untuk itu, menghadirkan kembali Pancasila menjadi sangat penting demi kemerdekaan, keindonesiaan, kemakmuran, keadilan dan kemartabatan (5K) terealisasi di kehidupan kita. Tentu juga agar ketahanan, kedaulatan dan kemandirian berbangsa dan bernegara terasa kuat dan jaya,” papar Pontjo.
Pontjo juga mengatakan bahwa ancaman ketahanan nasional yang dihadapi Indonesia saat ini berbeda jauh dengan bentuk ancaman pada 75 tahun yang lalu. “Saat ini bukan perang secara fisik yang kita hadapi, melainkan perang teknologi big data,” imbuhnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaludin, politikus yang pernah menjabat sebagai anggota MPR mengatakan sistem ketahanan nasional akan menjadi penentu seberapa lama Indonesia bisa bertahan. Kerajaan Majapahit bisa bertahan hingga 200 tahun, begitu juga dengan Kerajaan Sriwijaya.
Menurutnya ada tiga unsur yang menjadi penentu apakah sebuah negara akan runtuh atau tetap bertahan, yakni tata kelola negara yang salah, serangan atau ancaman dari luar dan masalah ketidakadilan.
“Pada abad pertengahan, masalah pemungutan pajak berlebihan telah menjadi pemicu runtuhnya banyak negara di dunia,” kata Prof Laode yang bertindak sebagai moderator tetap DPS Tanas.
Menurut Prof Laode, untuk menjadi negara yang besar, peran teknologi tidak bisa diabaikan. Negara-negara besar di dunia menempatkan inovasi sebagai basis dari pengembangan industri.
“Tetapi Indonesia masih lebih kepada menjadi pembeli atau pengguna teknologi. Indikasinya, inovasi tidak banyak muncul pada industri kita,” katanya.
Prof Laode berharap buku Menggalang Ketahanan Nasional dengan paradigma Pancasila menjadi acuan bagi kita semua untuk kembali kepada cita-cita besar bangsa Indonesia. Cita-cita besar yang termaktub dalam lima butir sila Pancasila tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sebaik-baiknya. (As)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.