BESTTANGSEL.COM, SERPONG- Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terus melakukan penelitian pemanfaatan radiasi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hari ini, Rabu, 24 Maret 2021, Batan mengumumkan produk hasil penelitian dan inovasi bidang medis berupa TB Scan etambutol dari Radioisotop dan Radiofarmaka. Produk farmasi ini telah mendapat izin edar Badan POM RI untuk diedarkan secara massal.
“TB Scan atau kit radiofarmaka etambutol dari Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Batan, telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” tutur Kepala Batan, Anhar Riza Antariksawan pada acara launching produk TB Scan di Serpong, Tangerang Selatan, (24/03).
Anhar mengungkapkan, produk farmasi tersebut diharapkan menjadi solusi terhadap penderita penyakit Tuber Culosis yang jumlah terus meningkat di dunia dan Indonesia.
Anhar menerangkan bahwa, TB Scan tersebut, mempunyai fungsi untuk mendeteksi infeksi penyakit tuberkulosis (TB) di paru dan di luar paru seperti tulang, sistem gastrointestinal, dan sistem syaraf.
“Pada tahun 2020 Indonesia menduduki urutan ke-3 dari jumlah penderita TB di dunia, kehadiran radiofarmaka etambutol TB scan ini akan sangat membantu pemerintah dalam menangani penyakit TB di Indonesia dengan menyediakan cara diagnosis yang sangat efektif,” ujar Anhar.
Dia menerangkan, bahwa produk TB Scan tersebut telah melalui proses penelitian yang panjang dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di luar BATAN seperti RS Hasan Sadikin, Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia, PT. Kimia Farma, dan BPOM.
“Kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan penelitian dan inovasi sangat dibutuhkan agar hasil penelitian dan inovasi tersebut dapat dihilirkan kepada masyarakat,” ungkap Anhar.
Dengan lahirnya produk inovasi dalam negeri berupa TB Scan, maka Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk radioisotop dan radiofarmaka sehingga dapat mengurangi produk impor, bahkan dapat meningkatkan ekspor. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki fasilitas reaktor riset yang merupakan salah satu reaktor riset daya dan fasilitas pendukung yang termasuk terbesar.
“Potensi pengembangan produk radioisotop dan radiofarmaka cukup besar, namun demikian, karena ekosistem industri radioisotop dan radiofarmaka mencakup berbagai aspek dan juga perlu keterlibatan berbagai pihak, maka kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem industri tersebut sangat diperlukan,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala PTRR, Rohadi Awaludin mendeskripsikan, kit radiofarmaka etambutol/TB scan merupakan sediaan farmasi kering steril yang di dalamnya terkandung ethambutol hydrochloride dan beberapa zat tambahan. Zat tambahan ini berguna untuk membantu proses penandaan atau pengikatan radioisotop Tc-99m ke dalam senyawa etambutol.
Kit radiofarmaka etambutol diklaim mampu mendiagnosis TB di dalam dan di luar paru. TB di luar paru atau dikenal dengan TB ekstra paru, adalah kondisi infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis telah menyebar ke jaringan dan organ tubuh selain paru-paru.
“TB di luar paru tidak mudah didiagnosis menggunakan metode lain. Organ yang dapat terinfeksi bakteri penyebab TB adalah sendi, tulang, kelenjar limfa, selaput otak, ginjal, kulit dan organ saluran urin,” terang Rohadi.
Adanya infeksi TB di luar paru jelas Rohadi, dapat diketahui menggunakan kit radiofarmaka etambutol ini. Kit radiofarmaka etambutol ini digunakan di rumah sakit-rumah sakit yang telah memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
“Di rumah sakit, sediaan ini digunakan setelah ditambahkan larutan mengandung zat radioaktif Tc-99m, selanjutnya diberikan kepada pasien melalui pemberian intravena (pembuluh darah balik),” kata dia.
Dijelaskannya, Etambutol bertanda Tc-99m akan terakumulasi di dalam jaringan yang terinfeksi bakteri TB sehingga keberadaan infeksi tersebut dapat diketahui melalui pemindaian/scanning menggunakan kamera gamma.
Pengembangan kit etambutol kata Rohadi, sudah dimulai sejak tahun 2015, namun jauh sebelumnya, penelitian yang sama telah dilakukan oleh Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT).
“Hasil penelitian PSTNT ini kemudian dievaluasi oleh tim peneliti PTRR khususnya terkait dengan pengembangan proses produksi didasarkan pada sistem Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) radiofarmaka yang ada di PTRR,” jelas dia.
“Beberapa modifikasi dilakukan disesuaikan dengan proses produksi di dalam sistem CPOB di PTRR. Setelah proses produksi berhasil disesuaikan dengan sistem CPOB di PTRR dan diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan, selanjutnya dilakukan validasi proses sesuai dengan persyaratan regulasi,” katanya.
Sebelum mendapatkan izin edar, produk ini dilakukan serangkaian pengujian klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Data data hasil uji klinik yang sangat mendukung berhasil diperoleh dari kegiatan uji klinis ini.
“Data hasil uji klinis ini sangat diperlukan dalam proses registrasi di BPOM selain data proses produksi dan kendali kualitas produk. Pada akhirnya tanggal 22 Februari 2021 kit radiofarmaka etambutol mendapatkan izin edar dengan nomor DKL 2112432144A1,” ucap Kepala PTRR Rohadi. (**)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.