BESTTANGSEL.COM, JAKARTA-Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel yang abnormal dan tidak terkontrol. Menurut data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), pada tahun 2014, terdapat 14 juta kasus baru dengan 1 dari 6 orang penderita meninggal dunia. Hal ini menjadikan kanker sebagai salah satu penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian tertinggi di dunia, bersama dengan penyakit jantung dan kardiovaskular serta diabetes melitus.

Riset yang terus berkembang di bidang medis menelurkan banyak teknologi baru di bidang kanker, termasuk untuk deteksi dini pada kanker. Imam Rosadi, M.Si, scientific director HayandraLab Jakarta, dalam webinar “Penatalaksanaan Terkini Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal” yang digelar HayandraLab dan Ikatan Apoteker Indonesia, pada Minggu 9 Agustus 2020, mengemukakan bahwa setiap individu memiliki variasi DNA, dimana sebagian dari variasi tersebut berpotensi meningkatkan risiko kanker. Untuk meredam tingginya risiko kanker tersebut, maka perlu dilakukan pencegahan dengan mendeteksi kanker melalui pemeriksaan DNA.

Salah satu teknologi mutakhir untuk deteksi dini kanker pada DNA adalah menggunakan teknologi HY-Gene, genetic-related disease test dari HayandraLab, yang merupakan teknik in house pertama di Indonesia yang menerapkan Next Generation Sequencing (NGS) yang berasal dari California, Amerika Serikat. Metode NGS ini telah digunakan oleh banyak negara maju untuk Human Genome Project (HGP). Imam menambahkan, teknologi yang digunakan oleh HayandraLab ini sangat sensitif dan akurat untuk mendeteksi adanya mutasi yang terkait dengan penyakit pada DNA. Dengan teknik ini, DNA akan dibaca berulang sebanyak 300 kali agar menghasilkan hasil yang valid dan lebih reliable atau dapat dipercaya.

“Hanya dengan 3 mL darah, DNA dapat dianalisis dan potensi risiko terhadap 74 jenis kanker serta lebih dari 40 sindrom dan disorder pada tubuh dapat diketahui. Hasil analisis ini tentunya akan membantu masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan secara dini,” tutur Imam.

Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal

Kanker payudara menempati posisi teratas sebagai kanker yang tersering terjadi pada wanita di seluruh dunia. Bahkan para pria pun masih memiliki risiko terkena kanker payudara, walapun dalam prosentase yang jauh lebih kecil. Nara sumber lain dalam webinar tersebut, Dr. dr. Sonar S. Panigoro, SpB(Onk), M.Epid, MARS, Kepala Departemen Medik Ilmu Bedah FKUI-RSCM yang juga merupakan konsultan di Klinik Hayandra memaparkan tentang pentingnya deteksi dini pada kanker payudara. Dr. Sonar menambahkan, pada saat kanker terdeteksi secara klinis, jumlah sel kanker biasanya sudah melebihi 1 milyar sel. Dengan deteksi dini, diharapkan kanker payudara ditemukan pada stadium awal sehingga penderita dapat terhindar dari tindakan kemoterapi dan radiasi.

Kanker kolorektal merupakan jenis kanker lain yang menempati urutan ke 3 dalam hal insidens, namun merupakan penyebab kematian akibat kanker ke 2 tertinggi di dunia. Diungkapkan oleh dr. Fajar Firsyada, SpB, KBD, Kepala SMF Bedah Digestif dari RS Kanker Dharmais, yang juga berkesempatan hadir dalam webinar tersebut. Dia mengatakan bahwa kanker kolorektal yang sudah menyebar (metastasis) menjadi lebih kompleks serta harus menimbang banyak hal, seperti usia, penyakit penyerta, pertimbangan operasi atau tidak operasi serta jenis obat adjuvant mana yang dapat diberikan. “Pemeriksaan biomarker dapat membantu mengoptimalkan pemilihan terapi, mengurangi efek samping obat-obatan, meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan kepatuhan berobat,” kata Fajar.

Peran Terapi T Cell dan NK Cell dalam Pengobatan Kanker Padat (Solid Cancer)

Kanker merupakan penyakit yang memerlukan berbagai macam modalitas terapi. Dr. dr. Karina, SpBP-RE, doktor bidang ilmu biomedik sekaligus CEO Klinik Hayandra dan HayandraLab mengungkapkan bahwa multimodalitas terapi ini dipelajari saat berupaya mengobati ibundanya yang terkena kanker di tahun 2006. Salah satu yang dipelajarinya di Jepang adalah mengenai sel pertahanan tubuh (sel imun), di mana berbagai sel imun alami seperti sel T, sel NK dan sel NKT dari darah penderita sendiri (terapi autologus), ternyata bisa diaktifkan dan diperbanyak di laboratorium cGMP seperti HayandraLab.

“Sel imun yang aktif dan dalam jumlah yang cukup akan sangat membantu penderita kanker padat (solid cancer), termasuk saat melakukan terapi terstandar seperti operasi, kemoterapi dan radiasi. Teknik Immune Cell Therapy (ICT) yang diambil alih dari Jepang ini juga telah dibuktikan oleh tim HayandraLab lebih superior dalam mencapai hasil akhir berupa jumlah sel imun dan keaktifan yang lebih tinggi, dibandingan dengan beberapa teknik dari negara lain seperti Amerika dan Kanada. Bahkan setelah dilakukan pengulangan terapi, jumlah sel imun yang meningkat tersebut masih mampu dipertahankan sampai 1 tahun setelah terapi. Hal ini tentunya sangat berguna dalam mencegah rekurensi dari kanker tersebut,” papar Dr. Karina.

Dia juga menjelaskan, “Menyadari masih banyaknya hal yang perlu diteliti lebih lanjut untuk menghasilkan terapi yang dapat melayani masyarakat dengan lebih baik, HayandraLab rajin membuat riset dengan menggandeng peneliti dan klinisi baik dari dalam maupun luar negeri. Luaran (output) dari hasil riset dan layanan HayandraLab, telah dipublikasikan dalam banyak jurnal ilmiah baik di dalam maupun di luar negeri.”

Menutup webinar kali ini, Dr. Karina berharap supaya penderita kanker tidak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk berobat, dengan makin lengkapnya terapi kanker di Indonesia.

(rlls/Ast)

Leave a Reply