BESTTANGSEL.COM, TANGERANG – Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) adakan rapat kerja ke-2 guna membahas kurikulum INFOKOM (Informatika & Komputer) berbasis Outcome-Based Education (OBE). Kegiatan ini diadakan secara on-site di kampus UMN selama dua hari dari 19 hingga 20 September 2022, dihadiri oleh berbagai representatif dari UMN dan APTIKOM.

Membuka rapat kerja, Dr. Ninok Leksono, selaku Rektor UMN mengucapkan selamat datang dan mengekspresikan rasa hormat karena bisa menjadi tuan rumah rapat kerja (raker) yang akan berlangsung selama dua hari.

“Raker ini dirasakan diselenggarakan tepat waktu karena dimaksudkan untuk merevisi kurikulum tahun 2019 agar dapat memenuhi tuntutan OBE tadi,” buka Ninok.

Ia juga menyiggung mengenai cepatnya perubahan tren di dunia digital seperti metaverse, cryptocurrency, Non-Fungible Tokens (NFT), dan blockchain. Sebagai kampus yang berbasis Information and Technology Communication (ICT), tentunya UMN terus ingin berubah dan menyesuaikan dirinya dengan tren dan keadaan industri saat ini.

“Selebihnya, Bapak dan Ibu, para ahli yang lebih detail mengikuti (tren dunia digital) semoga rakernya produktif dan menghasilkan panduan edisi 2022. Tentu UMN akan merasa bahagia karena akan tercatat lahirnya kurikulum baru dan itu dari kampus ini yang bisa menjawab kebutuhan industri yang berubah seperti diharapkan oleh OBE,” ucap Ninok menutup kata sambutannya, mengundang tawa.

Meng-upgrade Kurikulum INFOKOM dengan OBE

Para representatif APTIKOM yang hadir memberikan paparan dengan berbagai topik. Berikut empat pembahasan inti rapat:

1. Arahan tentang kurikulum bidang INFOKOM;

2. Paparan bahan kajian kurikulum INFOKOM berbasis ACM 2020;

3. Konsep dan implementasi kurikulum OBE;

4. Arahan kurikulum program studi Sistem Informasi.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah dalam rangka kita menyusun kurikulum dan akan dihasilkan buku kurikulum baru APTIKOM yang berbasis OBE,” ucap Solikin, membuka sesi presentasi mewakili APTIKOM.

Ia berbagi bahwa walau sudah ada perguruan tinggi yang menerapkan kurikulum OBE, masih belum banyak dan memiliki beberapa kekurangan terutama dibagian assessment (penilaian). Diharapkan bahwa melalui rapat kerja dan penyusunan ini, seluruh perguruan tinggi yang ada INFOKOM akan memiliki kesamaan standar.

Solikin juga berbagi satu informasi penting. Saat ini kampus-kampus berusaha mendapatkan atau mempertahankan akreditasi (nasional dan internasional) guna mencapai dan mempertahankan kualitas kampus.

“Baik akreditasi oleh BAN-PT atau LAM khususnya INFOKOM, apalagi di dalamnya ada sekjen Pak Pri, dia orang di OBE. Jadi ketika Bapak dan Ibu program studinya tidak mengadopsi kurikulum OBE, maka bisa dipastikan akan mengalami kesulitas saat akreditas melalui instrumen LAM INFOKOM. Karena itulah sebaiknya kita memiliki pedoman kesamaan pandang melalui pembahasan kurikulum ini,” ucap Solikin. Ia juga berharap bukunya sudah selesai pada akhir tahun ini.

Perlu diingat juga bahwa kurikulum INFOKOM berbasis OBE tidak bertujuan untuk mengganti kurikulum yang ada, tapi merupakan sebuah kelanjutan atau upgrade dari kurikulum-kurikulum yang lain.

“Kalau kita satukan semua, kita hayati dan maknai apa yang menjadi esensi dari setiap kebijakan-kebijakan ini semua mengarah kepada OBE. Pada intinya, kita berusaha menghasilkan lulusan yang benar-benar kompeten sesuai dengan jenjang kualifikasinya dan juga berpengalaman dalam proses belajar mengajarnya ini melalui MBKM,” ucap Zainal. Ia menambahkan bahwa APTIKOM merespon perkembangan-perkembangan zaman dengan mencoba meng-upgrade dan merevitalisasi kembali kurikulum yang dirumuskan pada tahun 2019 kemarin. Terutama dengan adanya pandemi COVID-19 dan hadirnya revolusi industri 4.0.

Ia menjelaskan bahwa pandemi telah merubah banyak hal mendasar seperti cara kita belajar, berbisnis, dan bekerja. Ditambahlagi dengan revolusi industri 4.0 dimana semuanya berhubungan dengan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), blockchain, Virtual Reality (VR), dan metaverse.

“Semua perkembangan teknologi ini tentunya membutuhkan pengetahuan atau keterampilan yang belum tentu sama dengan apa yang kita sudah miliki sebelumnya,” jelas Zainal.

Selain itu, pada kesempatan yang sama, revisi kurikulum INFOKOM ini juga akan membantu lebih lagi membedakan mata kuliah setiap program studi di bawah INFOKOM. Hal ini untuk menghindari mata kuliah di satu program studi untuk berada di program studi yang lain, memastikan setiap mata kuliah berguna dan sesuai dengan masing-masing program studi.

Student-Centered Learning dan Berfokus Membuat Mahasiswa Kompeten Dibidangnya

Selain perkembangan zaman, Prihandoko menambahkan bahwa terdapat satu problem yang kita hadapi yang juga menjadi kekhawatiran menteri-menteri. Terdapat celah antara pendidikan tinggi dengan dunia industri, terutama perihal ijazah dan transkrip.

“Kalau selama ini dengan ijazah dan transkrip, pesan izajah dan transkrip adalah mahasiswa sudah belajar ini, tapi di dalam dokumen itu tidak cerita mahasiswa bisa apa. Tidak ada cerita kompetensinya,” jelas Prihandoko.

Prihandoko juga menceritakan keadaan industri saat ini. Ia memberi Google dan Facebook sebagai contoh. Kedua perusahaan besar ini tidak lagi memperdulikan ijazah atau nilai saat merekrut calon pegawainya. Mereka mementingkan kompetensi, apakah calon pegawainya bisa melakukan tugasnya. Ini juga yang melatarbelakangi munculnya OBE.

“Kurikulum-kurikulum internasional seperti FIBAA juga berbasis OBE. Jadi, lembaga-lembaga akreditasi itu mensyaratkan semua kurikulum pendidikan tinggi secara OBE jika mau diakreditasi secara internasional,” jelas Prihandoko. Diharapkan bahwa semakin banyak program studi INFOKOM yang terakreditasi inernasional sehingga mutunya sama dengan negara-negara lain.

Pembahasan rapat juga menyinggung Student-Centered Learning (SCL). UMN sendiri merupakan kampus yang mulai menerapkan SCL seperti yang dibahas pada rapat akademik semester ganjil pada Juli kemarin.

SCL atau pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa memberi siswa kesempatan untuk memutuskan materi apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. SCL memposisikan mahasiswa sebagai pemimpin dan pembuat keputusan dalam pembelajaran mereka sendiri.

“Jadi kalau kita sebagai dosen biasanya berpikir seperti ini, minggu depan kita harus ngajar apa ya? Dengan OBE pikiran kita berubah. Pikiran kita minggu depan mahasiswa harus dapat apa? Jadi sumber belajar tidak harus dari dosen,” ucap Prihandoko. OBE ini fokus mengatur segala sesuatu dalam setiap pendidikan pada apa aspek yang esensial. Apa yang penting untuk dimiliki mahasiswa diakhir pengalaman belajar mereka yaitu pengetahuan dan kompetensi mereka.

Menerapkan kurikulum OBE juga membantu kampus untuk menerapkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). OBE tidak hanya sekedar kurikulum tetapi sistem pendidikan, mindset, dan paradigma. Prihandoko bercerita bahwa banyak kampus yang berbagi bahwa mereka kesulitan menerapkan MBKM. OBE dapat menjadi solusinya.

“Kita pikirkan bagaimana caranya mempercepat mahasiswa menguasai sesuatu. Bagaimana mahasiswa bisa paham? Bagaimana mahasiswa bisa mengerjakan itu? Bagaimana mahasiswa bisa punya kompetensi di situ? Kalau dulu dosen sebagai pengajar, sekarang dosen dan mahasiswa sama-sama belajar,” ucap Prihandoko.

Berbagai hal lain turut dibahas pada rapat kerja ini. Partisipan juga berpartisipai pada tugas kelompok dalam penyusunan kurikulum, Profil Lulusan, Capaian Pembelajaran Lulusan, CPMK, dan lain-lain. Diharapkan bahwa rapat kerja ini bermanfaat dan meningkatkan kualitas belajar mengajar INFOKOM. (red/rlls)

Leave a Reply